PROSESI PERNIKAHAN ADAT DAYAK NGAJU KALIMANTAN TENGAH PERSPEKTIF ISLAM

Penulis

  • Asmarita IAIN Palangkaraya
  • Abdul Helim IAIN Palangkaraya

Kata Kunci:

Prosesi, Pernikahan, Adat, Dayak Ngaju, Perspektif Islam

Abstrak

Pernikahan dalam suku Dayak Ngaju memiliki makna sakral, yang memberikan perlindungan kepada perempuan, anak-anak, dan garis keturunan, sekaligus menyatukan kedua keluarga yang terlibat. Perkawinan juga dianggap sebagai bagian tak terpisahkan dari adat, sehingga pelaksanaannya harus sesuai aturan adat. Bagi masyarakat Dayak Ngaju, menjalankan perkawinan adat adalah kewajiban mutlak. Jika tidak dilakukan, maka dianggap hidup tanpa beradat, yang berarti hidup tanpa makna. Adat dipandang sebagai tata krama dan aturan yang sangat dihormati, sehingga memiliki peranan penting dalam kehidupan masyarakat Dayak Ngaju sesuai tradisi mereka terlepas dari apapun kepercayaan yang dianutnya. Sehingga penelitian ini bertujuan bertujuan untuk mengeksplorasi prosesi pernikahan adat Dayak Ngaju dari perspektif Islam. Penelitian ini menggunakan metode penelitian hukum normatif mengandalkan sumber data sekunder dengan penekanan pada pendekatan teoritis dan analisis kualitatif. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa pernikahan adat Dayak Ngaju mengandung nilai-nilai yang selaras dengan prinsip hukum Islam, seperti keadilan, musyawarah, perlindungan hak perempuan, dan tanggung jawab suami-istri. Adat ini menunjukkan bagaimana tradisi lokal dapat berdampingan dengan nilai-nilai universal Islam, menciptakan keharmonisan dalam kehidupan berumah tangga. Pernikahan adat suku Dayak Ngaju termasuk kedalam urf’ shaih, yakni kebiasaan yang berlaku ditengah-tengah masyarakat yang tidak bertentangan dengan nash (ayat atau hadits) tidak meghilangkan kemaslahatan mereka, dan tidak pula membawa madharat kepada mereka, dengan catatan palaku tidak memberatkan dan tuak dihilangkan atau digantikan dengan makanan atau minuman tradisional lainya yang tidak menganduk khamr, sbaliknya akan menjadi urf’ fasid apabila hal tersebut dilakukan karena bertentangan dengan ajaran agama Islam.

Marriage among the Dayak Ngaju people holds a sacred meaning, providing protection for women, children, and lineage while uniting the families involved. Marriage is also considered an inseparable part of tradition, and its execution must adhere to customary laws. For the Dayak Ngaju community, following traditional marriage rites is an absolute obligation. Failure to do so is regarded as living without customs, which implies living without meaning. Customary practices are seen as etiquette and rules highly respected by the community, playing a crucial role in the Dayak Ngaju people's lives, irrespective of their faith. This research aims to explore the Dayak Ngaju traditional marriage process from an Islamic perspective. The study employs normative legal research methods, relying on secondary data sources and emphasizing theoretical approaches and qualitative analysis. The findings of this research indicate that the Dayak Ngaju traditional marriage contains values aligned with Islamic legal principles, such as justice, consultation, protection of women's rights, and the responsibilities of husband and wife. This tradition illustrates how local customs can coexist with universal Islamic values, fostering harmony in family life. The Dayak Ngaju traditional marriage falls under ‘urf sahih, a valid customary practice accepted in the community that does not contradict Islamic texts (Qur'an or Hadith), does not harm the community's welfare, and does not lead to detriment. However, palaku (bride price) should not be burdensome, and tuak (traditional alcoholic beverage) must be eliminated or replaced with other traditional foods or drinks free from intoxicants. Otherwise, it becomes ‘urf fasid, an invalid custom, as it contradicts Islamic teachings

Unduhan

Diterbitkan

2024-12-30